Monday, November 7, 2016

Unsur Ekstrinsik Utama dalam Novel Saman Karya Ayu Utami

    
     UNSUR EKSTRINSIK UTAMA DALAM NOVEL SAMAN

Oleh: Andri Rizki




           Saman adalah novel pertama karya Ayu Utami yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia pada bulan April 1998. Novel ini berkisah tentang seorang mantan pastur bernama Saman dan empat perempuan yang bersahabat dari kelas enam SD sampai mereka dewasa, yaitu Yasmin Moningka, Shakuntala, Cokorda, dan Laila. Novel Saman pada awalnya direncanakan sebagai fragmen dari novel pertama Ayu Utami, Laila Tak Mampir di New York namun kemudian karya tersebut diterbitkan menjadi dwilogi Saman dan Larung.
         pada kesempatan kali ini saya akan membahas unsur ektrinsik utama yang terdapat pada novel ini.


    A.    Pengarang

Ayu Utami yang mempunyai nama lengkap Justina Ayu Utami  dikenal sebagai novelis pendobrak kemapanan, khususnya masalah seks dan agama. Ia dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, 21 November 1968. Ayahnya bernama Johanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Bernadeta Suhartina. Ia berasal dari keluarga Katolik.

Pendidikan terakhirnya adalah S-1 Sastra Rusia dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1994). Ia juga pernah sekolah Advanced Journalism, Thomson Foundation, Cardiff, UK (1995)  dan Asian Leadership Fellow Program, Tokyo, Japan (1999).  Ayu menggemari cerita petualangan,  seperti Lima Sekawan, Karl May, dan Tin Tin.  Selain itu,  ia  menyukai  musik tradisional dan musik klasik. Sewaktu mahasiswa, ia terpilih sebagai finalis gadis sampul majalah Femina, urutan kesepuluh. Namun, ia tidak menekuni dunia model.

Ayu pernah bekerja sebagai sekretaris di perusahaan yang memasok senjata dan bekerja di Hotel Arya Duta sebagai guest public relation. Akhirnya, ia masuk dalam dunia jurnalistik dan  bekerja sebagai wartawan Matra, Forum Keadilan, dan D & R.  Ketika menjadi wartawan, ia banyak mendapat kesempatan menulis. Selama 1991, ia aktif  menulis kolom mingguan “Sketsa” di harian Berita Buana. Ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan ikut membangun Komunitas Utan Kayu, sebuah pusat kegiatan seni, pemikiran, dan kebebasan informasi, sebagai kurator.  Ia anggota redaktur Jurnal Kalam dan peneliti di Institut Studi Arus Informasi.

Setelah tidak beraktivitas sebagai jurnalis, Ayu kemudian menulis novel. Novel pertama yang ditulisnya adalah  Saman (1998). Dari karyanya itu, Ayu menjadi perhatian banyak pembaca dan kritikus sastra karena novelnya dianggap sebagai novel pembaru dalam dunia sastra Indonesia. Melalui novel itu pula, ia memenangi Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel tersebut mengalami cetak ulang lima kali dalam setahun. Para kritikus menyambutnya dengan baik karena novel Saman memberikan warna baru dalam sastra Indonesia. Karyanya yang berupa esai kerap dipublikasikan di Jurnal Kalam. Karyanya yang lain, Larung, yang merupakan dwilogi novelnya, Saman dan Larung, juga mendapat banyak perhatian dari pembaca.

    B.     Sensitivitas Pengarang

Sensitivitas atau kepekaan pengarang dalam sebuah karya akan mempengaruhi bagaimana bentuk karya itu sendiri. Dalam novel saman kita dapat melihat Ayu Utami sangat menonjolkan unsur ini. Tergambar pada hal yang diangkatnya dalam novel ini adalah hal yang tabu untuk diperbincangkan. Berdasarkan realitas yang ada pada masyarakat pada tahun novel ini diterbitkan, Ayu mencoba mengusik dan memberontak hal-hal yang selama ini tidak sesuai dengan yang diinginkannya.

Terlihat dalam novel Saman saat Ayu menggambarkan tokoh Shakuntala seolah-olah telah meniadakan doktrin yang selama ini berkembang di masyarakat. Shakuntala menganggap keperawanan sebuah ketidakadilan yang diciptakan Tuhan bagi perempuan. Sangat berbeda dengan pandangan masyarakat pada umumnya bahwa keperawanan itu harus dijaga dan tidak diberikan pada orang sembarangan.

Kemudian, terdapat hal lain yang diangkat Ayu dalam saman yang mengunggah kepekaan pengarang yaitu permasalahan intoleransi dalam agama. Ayu dalam tokoh-tokohnya sangat menonjolkan sikap intoleransi tersebut. Permasalahan-permasalahan yang ada dalam agama yang menggugah hati Ayu di ekspresikannya melalui tokoh-tokoh tertentu.

Yang terakhir permasalahan politik yang selalu menjadi isu hebat dalam kehidupan pada saat penciptaan novel saman sendiri, ditonjolkan Ayu dengan memprotes dan menyindir melalui permasalahan-permasalahan mengenai ketidakadaanya keadilan.

    C.     Imajinasi Pengarang

Dalam novel saman sangat tampak imajinasi Ayu sangat liar. Seperti pada penggambaran tokoh Shakuntala waktu kecil, Ayu menceritakan tokoh tersebut mempunyai pikiran yang luas daripada anak seumurannya. Ayu menggambarkan sebuah imajinasi yang kuat yang tertuang dalam pikiran tokoh Shakuntala tersebut. Kemudian, imajinasi Ayu dalam hal yang berbau seks sangat kuat. Tergambar pada bagian akhir novel yang menggambarkan peristiwa-peristiwa tersebut.

Keliaran imajinasi ayu tersebut mempengaruhi bentuk novel yang ia ciptakan. Seperti dalam sama yang menonjolkan banyak unsur seks dan agama. Dan imajinasi yang dimiliki ayu membawa kekaguman bagi pembaca karena telah berani menceritakan hal-hal tabu dalam masyarakat.

    D.    Intelektual Pengarang

Terdapat beberapa pemikiran pengarang yang muncul dalam novel saman ini.

Seperti yang pertama yaitu kritik terhadap pemerintah orde baru. Dalam novel ini pengarang mengungkapkan betapa tidak dianggapnya rakyat kecil jika telah berurusan dengan orang yang berkuasa di negeri ini. Ayu juga menyinggung permasalahan keterpencilan masyarakat di pelosok desa.

Selanjutnya permasalahan hak asasi manusia merupakan salah satu yang ditonjolkan oleh Ayu dalam Saman. Ayu menganggap semua manusia harusnya diperlakukan dengan perlakuan yang sama. Hal tersebut tergambar saat tokoh Upi yang merupakan orang gila diperlakukan baik oleh tokoh Wis.  Dan di sana terlihat jelas pemikiran Ayu untuk membela hak asasi manusia.

Kemudian, Ayu mengangkat permasalahan seksualitas, di dalam Saman kita melihat Ayu mencoba memberikan pandangannya mengenai hal tersebut. Melalui tokohnya Shakuntala, Ayu mencoba menceritakan bagaimana pemikiran-pemikiran “kiri” dari wanita.

    E.     Pandangan hidup

Novel saman menyuguhkan beberapa pandangan hidup.

Seperti yang pertama terlihat pada tokoh Sihar dan Saman yang mempunyai pandangan untuk menyejahterakan rakyat kecil. Sihar berusaha mengangkat derajat rakyat kecil saat melawan penguasa. Sedangkan Saman, ia tampak menyejahterakan rakyat kecil dengan ilmu yang ia peroleh sewaktu kuliah di IPB. Saman mencoba membangkitkan semangat masyarakat untuk terus  berusaha dan bekerja keras terhadap perkebunannya sendiri


Kemudian yang kedua pandangan penguasa yang sewenang-wenang tergambar jelas pada tokoh Rosano, ia melihat rakyat kecil dengan sepele. Tidak ada bela kasihan atas perbuatannya sendiri. Rosano menganggap semua hal bisa diatur dengan kekuasaan dan uang.
Share:  

0 comments:

Post a Comment